Rabu, 08 Januari 2014

Menggenggam Dunia (2)

Bantuan terpal di Piyungan (doc.pribadi).

Hari ke tiga Elang mendapat pengalaman sangat berharga. Pagi itu ada ratusan orang berkumpul di sekitar tugu depan markas. Mereka datang dari berbagai penjuru. Semakin siang jumlahnya telah mencapai ribuan. Entah dari mana asalnya, orang-orang yang mengaku korban bencana alam terbesar di Pulau Jawa sepanjang sejarah Indonesia merdeka itu berteriak meminta agar tenda bantuan dari Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah segera dibagikan. Adakah orang dalam sekretariat markas Operasi Tanggap Darurat membocorkan informasi kedatangan bantuan internasional yang sebagian besar dari Aceh ? Sampai akhir masa operasi, tak diperoleh jawaban pasti.

Inisiatif meredam suasana pertama dari Satpol PP Kabupaten Banjarnegara yang datang membantu bersama segenap unsur Satkorlak Penanggulangan Bencana kabupaten yang pernah dilanda bencana longsor cukup besar beberapa bulan sebelumnya. PMI Kabupaten Bantul pada kejadian itu membawa bantuan tenaga dan ambulan pada hari pertama kejadian. Jadi, kedatangan mereka adalah balasan dan bentuk kepedulian pada masyarakat Bantul.

Sayang sekali, berbagai upaya membujuk para pengungsi gagal. Elang mulai gelisah dan terus berpikir mencari solusi. Dari arah belakang tempatnya berdiri, sejumlah relawan membawa dos-dos air mineral. Tanpa berpikir lagi, Elang langsung mendampingi dan segera ikut membagikan kepada para pengungsi yang mulai berkeringat karena terik panas matahari siang itu. Meski ada yang berusaha menolak, akhirnya semua mau menerima.

Sebagian pengungsi mulai mencari tempat berteduh. Elang dan relawan terus membagikan air mineral dalam kemasan botol plastik kecil. Mungkin sudah lebih dari 100 dos. Tak ada yang menghitung. Juga tak ada yang menahan jika ada pengungsi yang meminta lebih dari satu sampai rombongan relawan pembawa nasi bungkus datang dan membagikannya kepada mereka.
Seorang relawan muda, laki-laki dan bertubuh kurus mendekat sejumlah orang yang masih berdiri di depan tugu. Ia disertai seorang perempuan yang membawa pengeras suara portable. Dengan dialek Banyumasan yang kental, lelaki itu memberikan pengumuman
” Bapak...ibu dan saudaraku semua. Ijinkan saya meminta perhatian anda sebentar sambil menikmati sajian makan siang yang sangat sederhana. Kami mohon agar setelah makan siang, seorang yang mewakili lingkungan tempat tinggal anda sebelum terjadi gempa agar berkumpul di tenda sebelah Utara yang ada di sebelah kiri markas untuk mendata kebutuhan pengungsi. Tidak hanya tenda seperti yang anda minta, tapi belum sampai di sini. Juga kebutuhan pangan, sandang dan alat-alat kebersihan. Bagi yang datang selaku pribadi, silakan berkumpul di lapangan sebelah kanan gedung Pramuka”, suara relawan itu diulang beberapa kali.

Sambil membagikan beberapa bungkus nasi yang terakhir, Elang tersenyum dalam hati. Siapa yang punya gagasan cerdas memecah massa pengungsi agar mudah diarahkan untuk mendata kebutuhan riil mereka ?  Dan... nasi bungkus ini kan dari dapur umum untuk makan siang relawan. Jadi....., ia geleng-geleng kepala. Wah..bakalan makan siang dengan mie instan lagi, gumam Elang menuju dapur umum yang mulai ramai didatangi para relawan. Pelajaran pertama di tempat pengungsian. Mendulukan korban ketimbang diri penolongnya sesuai materi diseminasi kepalangmerahan yang ia terima saat ikut latihan dasar buat Korps Sukarela (KSR) setahun yang lalu.  

0 komentar:

Posting Komentar

@totokaryanto_kebumen. Diberdayakan oleh Blogger.