Bantuan terpal di Piyungan (doc.pribadi). |
Hari ke tiga
Elang mendapat pengalaman sangat berharga. Pagi itu ada ratusan orang berkumpul
di sekitar tugu depan markas. Mereka datang dari berbagai penjuru. Semakin
siang jumlahnya telah mencapai ribuan. Entah dari mana asalnya, orang-orang
yang mengaku korban bencana alam terbesar di Pulau Jawa sepanjang sejarah
Indonesia merdeka itu berteriak meminta agar tenda bantuan dari Federasi Internasional
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah segera dibagikan. Adakah orang dalam
sekretariat markas Operasi Tanggap Darurat membocorkan informasi kedatangan
bantuan internasional yang sebagian besar dari Aceh ? Sampai akhir masa
operasi, tak diperoleh jawaban pasti.
Inisiatif
meredam suasana pertama dari Satpol PP Kabupaten Banjarnegara yang datang
membantu bersama segenap unsur Satkorlak Penanggulangan Bencana kabupaten yang
pernah dilanda bencana longsor cukup besar beberapa bulan sebelumnya. PMI
Kabupaten Bantul pada kejadian itu membawa bantuan tenaga dan ambulan pada hari
pertama kejadian. Jadi, kedatangan mereka adalah balasan dan bentuk kepedulian
pada masyarakat Bantul.
Sayang sekali,
berbagai upaya membujuk para pengungsi gagal. Elang mulai gelisah dan terus
berpikir mencari solusi. Dari arah belakang tempatnya berdiri, sejumlah relawan
membawa dos-dos air mineral. Tanpa berpikir lagi, Elang langsung mendampingi
dan segera ikut membagikan kepada para pengungsi yang mulai berkeringat karena
terik panas matahari siang itu. Meski ada yang berusaha menolak, akhirnya semua
mau menerima.
Sebagian
pengungsi mulai mencari tempat berteduh. Elang dan relawan terus membagikan air
mineral dalam kemasan botol plastik kecil. Mungkin sudah lebih dari 100 dos.
Tak ada yang menghitung. Juga tak ada yang menahan jika ada pengungsi yang
meminta lebih dari satu sampai rombongan relawan pembawa nasi bungkus datang
dan membagikannya kepada mereka.
Seorang relawan
muda, laki-laki dan bertubuh kurus mendekat sejumlah orang yang masih berdiri
di depan tugu. Ia disertai seorang perempuan yang membawa pengeras suara
portable. Dengan dialek Banyumasan yang kental, lelaki itu memberikan
pengumuman
” Bapak...ibu dan
saudaraku semua. Ijinkan saya meminta perhatian anda sebentar sambil menikmati
sajian makan siang yang sangat sederhana. Kami mohon agar setelah makan siang, seorang
yang mewakili lingkungan tempat tinggal anda sebelum terjadi gempa agar
berkumpul di tenda sebelah Utara yang ada di sebelah kiri markas untuk mendata
kebutuhan pengungsi. Tidak hanya tenda seperti yang anda minta, tapi belum
sampai di sini. Juga kebutuhan pangan, sandang dan alat-alat kebersihan. Bagi
yang datang selaku pribadi, silakan berkumpul di lapangan sebelah kanan gedung
Pramuka”, suara relawan itu diulang beberapa kali.
Sambil
membagikan beberapa bungkus nasi yang terakhir, Elang tersenyum dalam hati.
Siapa yang punya gagasan cerdas memecah massa pengungsi agar mudah diarahkan
untuk mendata kebutuhan riil mereka ? Dan...
nasi bungkus ini kan dari dapur umum untuk makan siang relawan. Jadi....., ia
geleng-geleng kepala. Wah..bakalan makan siang dengan mie instan lagi, gumam
Elang menuju dapur umum yang mulai ramai didatangi para relawan. Pelajaran
pertama di tempat pengungsian. Mendulukan korban ketimbang diri penolongnya
sesuai materi diseminasi kepalangmerahan yang ia terima saat ikut latihan dasar
buat Korps Sukarela (KSR) setahun yang lalu.
0 komentar:
Posting Komentar